Wednesday, July 17, 2013

LEADERSHIP SKILL : KEKUASAAN HARUS DI REBUT

Artikel tahun 2009 oleh Hepy Andy Bostani didedikasikan kepada Saudara Kamil Halim yang bakal menjadi calon Presiden Persatuan Pelajar Malaysia Korea (PPMK).

Kekuasaan ini Harus Direbut... dedikasi saya tujukan buat sahabat saya di Bumi Korea Saudara Kamil Halim yang dicalonkan untuk mengisi satu amanah besar di sana.. moga ia menjadi sebahagian dari sumber kekuatan untuk membuat keputusan.

Suatu Ketika , Utbah bin Rabiah datang menemui Rasulullah SAW. Setelah berbincang panjang lebar, tokoh Quraisy itu segera berkata, “Wahai Muhammad, sekarang dengar baik-baik. Aku akan menawarkan beberapa hal. Mungkin engkau dapat menerima salah satu di antaranya. Kalau dengan DAKWAHmu itu engkau ingin KEKAYAAN, maka kami akan kumpulkan harta untukmu sehingga engkau menjadi ORANG TERKAYA di antara kami.



Kalau engkau ingin KEHORMATAN dan KEMULIAAN, engkau kami angkat sebagai PEMIMPIN. Kami tak kan memutuskan persoalan tanpa persetujuanmu. Kalau engkau ingin menjadi RAJA, kami bersedia MENOBATKANMU sebagai raja….”

Peristiwa ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq seperti dituturkan Ibnu Hisyam dalam sirah-nya (Hlm.246-247).

Jika misi utama Rasulullah SAW sekadar jadi PENGUASA, maka tawaran tokoh Quraisy itu merupakan KESEMPATAN EMAS yang tak boleh disia-siakan. Namun, dalam ucapan Utbah terkandung syarat, semua akan diberikan kalau dakwah Nabi memang bertujuan untuk itu semua. Utbah ingin menegaskan, kalau semua seruan dakwah Nabi selama ini hanya untuk merebut kekuasaan dan mengumpulkan harta, maka tidak perlu bersusah payah. Kafir Quraisy akan memberikannya asalkan SERUAN TAUHID dihentikan.

Tawaran menggiurkan seperti ini TIDAK MUSTAHIL akan dihadapi AKTIVIS DAKWAH pada MASAKINI. Bentuknya mungkin pelbagai. Boleh berbentuk Jawatan, wang atau pemikat kekuasaan . Kaum Muslimin dalam kedudukannya sebagai pimpinan, kader, atau simpatisan harus mampu menempatkan posisi. Karena tujuan DAKWAH memang BUKAN KEKUASAAN, HARTA atau JAWATAN. Ketiga-tiga komponen tersebut hanyalah SARANA.

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau meminta kepemimpinan (imarah). Jika engkau menerima kepemimpinan atas dasar permintaan, niscaya akan membebanimu. Jika kepemimpinan itu diberikan bukan atas dasar suatu yang kita inginkan, engkau akan ditolong (dalam melaksanakannya),” (HR an-Nasa’i).

Namun demikian, bukan berarti kaum Muslimin harus alergi (alah) terhadap kekuasan, jawatan mahupun harta. Bahkan, dalam keadaan tertentu KEKUASAAN HARUS DIREBUT. Adakalanya Dalam keadaan yang lain, kepemimpinan HARUS DIMINTA.

Tentu saja, kemahuan untuk menjadi pemimpin hendaknya TIDAK berlandaskan CITA-CITA, tapi sebuah KEWAJARAN. Ia harus tumbuh dari sesuatu yang wajar, bukan sesuatu yang dilakukan dengan memanipulasi kelemahan orang lain. Kerananya, permintaan untuk dijadikan pemimpin, bukan ditujukan kepada manusia, tapi kerana Allah SWT.

Allah berfirman,
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang bertakwa’,” (QS al-Furqan: 74).

Dalam masalah ini beberapa contoh konkrit daripada contoh qudwah Nabi Yusuf AS . Dengan terang-terangan dia menyatakan keinginannya untuk menjadi PEMIMPIN (menteri). Bahkan, untuk itu ia menyampaikan beberapa kelebihan dan keahlian yang ia miliki. Pernyataan Nabi Yusuf itu diabadikan dalam al-Qur’an,

“Yusuf berkata,‘Jadikanlah aku bendahara negara karena aku orang yang pandai (hafizh) dan berpengetahuan (‘alim)’,” (QS Yusuf: 55).

Jadi, dalam keadaan tertentu kepemimpinan HARUS DIMINTA. TAPI, SIAPAKAH YANG BERHAK MEMINTANYA? Kalau kita perhatikan perjalanan sejarah kejayaan dan keabadian umat manusia, kita akan mendapatkan kenyataan: sebagian besar para Nabi adalah pemimpin. Sebut misalnya, Adam, Nuh, Ibrahim, Sulaiman, Yusuf dan Muhammad saw. Mereka adalah PEMIMPIN.

Namun, kita juga menemukan REALITI, para Nabi dan pemimpin itu tak langsung lahir sebagai pemimpin. Mereka LAHIR dan BESAR dalam kancah PERGERAKAN. Mereka menjadi pemimpin melalui PROSES. Dengan demikian, sangat TIDAK DAPAT DITERIMA kalau ada yang DATANG MENAWARKAN DIRI menjadi pemimpin sementara selama ini tak ada sumbangan yang dia lakukan.

Para Nabi itu menjadi pemimpin setelah melalui proses pematangan. Sebelum menjadi pemimpin Bani Israel, Nabi Musa harus menjadi AKTIVIS penentang kezaliman Fir’aun. Baginda menjadi buruan dan hidup di PERANTAUAN. Bahkan baginda sempat menjadi penggembala kambing.

Sebelum menjadi penguasa Mesir, Nabi Yusuf adalah korban cemburu saudara-saudara kandungnya. Baginda dibuang ke dalam telaga, menjadi hamba yang dijual beli. Bahkan, ia sempat dipenjarakan. Realiti ini juga yang menjelaskan mengapa Rasululullah SAW tidak menerima begitu saja tawaran Utbah bin Rabiah. Kekuasaan TIDAK BOLEH BERDIRI sendiri. KEPEMIMPINAN MEMERLUKAN DUKUNGAN, PROSES, DAN HARAKAH (PERGERAKAN).

Namun, yang disebut harakah (pergerakan) tak boleh DIAM. Tak boleh berjalan di tempat (setempat). Ia HARUS BERGERAK. Tak sewajarnya SEORANG AKTIVIS HANYA PUAS dengan memimpin harakah (gerakan). Ada waktunya mereka tampil menjadi PEMIMPIN yang lebih BESAR. Inilah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat hingga mereka mampu menjadi penguasa.

Kita sering menyerukan amar ma’ruf nahi munkar. Tapi kita jarang berfikir untuk menjadi ‘amir (penguasa) ataupun mencalonkan ‘amir.Padahal, AMAR MA’RUF akan dapat dilaksanakan dengan EFEKTIF, jika DIDUKUNG oleh ‘AMIR. Bagaimana mungkin kita dapat memerintah kalau tidak ada pemerintah?

Sekarang peluang terbuka. Pertanyaannya, Bersediakah kita untuk bersaing? Bersediakah kita bertempur di medan? Bersediakah kita mengalahkan lawan? Pertempuran yang kita hadapi sekarang bukan hanya menghadapi cacian, makian dan hinaan seperti yang dialami Rasulullah SAW ketika di Makkah.

Kita kini sedangt berdiri di MADINAH! Di depan kita terbentang MEDAN BADAR. Di depan sana ada BUKIT UHUD. Pasukan Ahzab pun mengepung kita dari segenap penjuru bersedia untuk melancarkan serbuan.

Kita berhadapan bukan dengan orang-orang seperti kafir Quraisy yang tak rela kekuasaannya direbut. Di tengah kita menyusup keturunan Abdullah bin Ubay, sang munafik yang merasa tersaingi. Di depan kita berdiri orang-orang Yahudi yang tidak pernah rela Islam tegak di muka bumi. Kini, sebagian kita berada di medan Badar.
Watak seperti Utbah bin Rabiah tidak hanya akan memberikan tawaran MENGGIURKAN. Ia akan datang bersama dengan saudaranya, Syaibah bin Utbah dan puteranya, Walid bin Utbah untuk menentang berpasangan . Ya, menentang perang satu lawan satu. Jadi Tugas kita adalah mempersiapkan dan menyediakan watak Ali bin Abi Thalib untuk melawan Walid bin Utbah. Menyiapkan Hamzah bin Abdul Muthalib untuk membunuh Syaibah bin Rabiah. Menyediakan Ubaidah bin Harits untuk menerima tentangan Utbah bin Rabiah.

Kini, sebagian kita berada di MEDAN UHUD. Di seberang sana, pasukan lawan sudah menunggu. Tugas kita adalah MEMBINA STRATEGI. MENYEDIAKAN PASUKAN PEMANAH untuk berdiam di bukit Rumat dan TAK BOLEH TURUN, bagaimana pun keadaan perang. Di antara kita harus ada ABU DUJANAH yang siap bersedia memenuhi HAK PEDANG RASULULLAH saw. Di antara kita HARUS ada HAMZAH bin ABUL MUTHALIB yang siap bertempur sampai TITIK DARAH PENGHABISAN. PERANG BENAR-BENAR sudah di DEPAN MATA. HANYA MENGHITUNG HARI SAHAJA.

Memang, jika tiba saatnya KEMENANGAN PASTI DATANG. Tapi BUKAN tugas kita untuk MENUNGGU. KEMENANGAN itu HARUS DISAMBUT. KEKUASAAN ITU HARUS DIREBUT. SEKARANG BERMULA SAATNYA…

Bacaan Popular